PROSES TERJADINYA GAS RUMAH KACA
Matahari memancarkan sinarnya dalam bentuk radiasi ultraviolet ke bumi yang akan diterima oleh bumi dan dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah. Sinar matahari masuk ke bumi sebagai panas, yang sebagiannya dipantulkan kembali ke angkasa (oleh permukaan bumi yang berwarna muda — tutupan salju, awan, dll), sebagiannya lagi diserap baik oleh permukaan bumi yang berwarna agak gelap maupun oleh “gas-gas rumah kaca” yang terkandung dalam atmosfer. Gas-gas rumah kaca ini bertindak seperti layaknya “benda hitam”, di mana cahaya yang datang akan dipantulkan kembali sebagai panas (cahaya dengan panjang gelombang pendek yang disebut inframerah. Semakin pendek panjang gelombangnya, semakin panas). Semakin banyak kandungan atau konsentrasi gas-gas rumah kaca ini, semakin banyak panas yang dilepaskan, maka semakin panaslah atmosfer bumi. Ini yang disebut sebagai efek rumah kaca (greenhouse effect).
Lapisan atmosfir bumi terdiri atas troposfir, stratosfir, mesosfir dan termosfer. Lapisan terbawah (troposfir) adalah bagian yang terpenting dalam kasus efek rumah kaca. Sekitar 35% dari radiasi matahari tidak sampai ke permukaan bumi. Hampir seluruh radiasi yang bergelombang pendek (sinar alpha, beta dan ultraviolet) diserap oleh tiga lapisan teratas. Yang lainnya dihamburkan dan dipantulkan kembali ke ruang angkasa oleh molekul gas, awan dan partikel. Sisanya yang 65% masuk ke dalam troposfir. Di dalam troposfir ini, 14 % diserap oleh uap air, debu, dan gas-gas tertentu sehingga hanya sekitar 51% yang sampai ke permukaan bumi. Dari 51% ini, 37% merupakan radiasi langsung dan 14% radiasi difus yang telah mengalami penghamburan dalam lapisan troposfir oleh molekul gas dan partikel debu. Radiasi yang diterima bumi, sebagian diserap sebagian dipantulkan. Radiasi yang diserap dipancarkan kembali dalam bentuk sinar inframerah.
Lapisan atmosfir bumi terdiri atas troposfir, stratosfir, mesosfir dan termosfer. Lapisan terbawah (troposfir) adalah bagian yang terpenting dalam kasus efek rumah kaca. Sekitar 35% dari radiasi matahari tidak sampai ke permukaan bumi. Hampir seluruh radiasi yang bergelombang pendek (sinar alpha, beta dan ultraviolet) diserap oleh tiga lapisan teratas. Yang lainnya dihamburkan dan dipantulkan kembali ke ruang angkasa oleh molekul gas, awan dan partikel. Sisanya yang 65% masuk ke dalam troposfir. Di dalam troposfir ini, 14 % diserap oleh uap air, debu, dan gas-gas tertentu sehingga hanya sekitar 51% yang sampai ke permukaan bumi. Dari 51% ini, 37% merupakan radiasi langsung dan 14% radiasi difus yang telah mengalami penghamburan dalam lapisan troposfir oleh molekul gas dan partikel debu. Radiasi yang diterima bumi, sebagian diserap sebagian dipantulkan. Radiasi yang diserap dipancarkan kembali dalam bentuk sinar inframerah.
Secara sederhana, proses terjadinya efek rumah kaca dimulai saat panas matahari merambat dan masuk ke permukaan bumi. Kemudian panas matahari tersebut akan dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke angkasa melalui atmosfer. Sebagian panas matahari yang dipantulkan tersebut akan diserap oleh gas rumah kaca yang berada di atmosfer. Panas matahari tersebut kemudian terperangkap di permukaan bumi, tidak bisa melalui atmosfer sehingga suhu bumi menjadi lebih panas.
dampak-dampak gas rumah kaca
1. Perubahan Iklim
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan.
Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim. Sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah bumi dan manusia akan menghadapi masalah ini dengan resiko populasi yang sangat besar.
2. Meningkatnya Permukaan Laut
Berkurangnya lapisan es di Greenland dan Antartika berkontribusi sebesar 0.4 mm pertahun. Salah satu dampak yang paling besar dari pemanasan global adalah naiknya permukaan laut. Lapisan es di benua Arktik rata-rata telah berkurang sebanyak 2.7% per dekade. Temperatur rata-rata laut global telah meningkat pada kedalaman paling sedikit 300 meter. Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 – 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 – 35 inchi) pada abad ke-21.
3. Meningkatnya Suhu Global
Pemanasan yang terjadi pada sistem iklim bumi merupakan hal yang jelas terasa, seiring dengan banyaknya bukti dari pengamatan kenaikan temperatur udara dan laut, pencairan salju dan es di berbagai tempat di dunia, dan naiknya permukaan laut global. Perubahan yang telah diukur oleh para ilmuwan pada atmosfer, lautan, permukaan es dan gletser menunjukkan bahwa bumi telah mengalami pemanasan akibat dari adanya emisi gas rumah kaca di masa lalu. Perubahan-perubahan tersebut merupakan bagian dari pola yang konsisten sebagai bukti adanya gelombang panas (heat waves) yang lebih besar, pola angin baru, kekeringan yang lebih parah di beberapa daerah, bertambahnya presipitasi di daerah lainnya, melelehnya gletser dan es di Arktik serta naiknya muka laut.
4. Gangguan Ekologis
Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
5. Dampak Sosial Dan Politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke), penyebaran penyakit melalui air (Waterborne Diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases) hingga kematian. Temperatur yang panas menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Dengan adanya perubahan iklim, maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu, bisa diprediksi bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah karena perubahan ekosistem yang ekstrim. Hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climat change) yang bisa berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu).
Berikut adalah video terkait greenhouse effect (Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=ZzCA60WnoMk)
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan.
Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim. Sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah bumi dan manusia akan menghadapi masalah ini dengan resiko populasi yang sangat besar.
2. Meningkatnya Permukaan Laut
Berkurangnya lapisan es di Greenland dan Antartika berkontribusi sebesar 0.4 mm pertahun. Salah satu dampak yang paling besar dari pemanasan global adalah naiknya permukaan laut. Lapisan es di benua Arktik rata-rata telah berkurang sebanyak 2.7% per dekade. Temperatur rata-rata laut global telah meningkat pada kedalaman paling sedikit 300 meter. Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 – 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 – 35 inchi) pada abad ke-21.
3. Meningkatnya Suhu Global
Pemanasan yang terjadi pada sistem iklim bumi merupakan hal yang jelas terasa, seiring dengan banyaknya bukti dari pengamatan kenaikan temperatur udara dan laut, pencairan salju dan es di berbagai tempat di dunia, dan naiknya permukaan laut global. Perubahan yang telah diukur oleh para ilmuwan pada atmosfer, lautan, permukaan es dan gletser menunjukkan bahwa bumi telah mengalami pemanasan akibat dari adanya emisi gas rumah kaca di masa lalu. Perubahan-perubahan tersebut merupakan bagian dari pola yang konsisten sebagai bukti adanya gelombang panas (heat waves) yang lebih besar, pola angin baru, kekeringan yang lebih parah di beberapa daerah, bertambahnya presipitasi di daerah lainnya, melelehnya gletser dan es di Arktik serta naiknya muka laut.
4. Gangguan Ekologis
Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
5. Dampak Sosial Dan Politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke), penyebaran penyakit melalui air (Waterborne Diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases) hingga kematian. Temperatur yang panas menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Dengan adanya perubahan iklim, maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu, bisa diprediksi bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah karena perubahan ekosistem yang ekstrim. Hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climat change) yang bisa berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu).
Berikut adalah video terkait greenhouse effect (Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=ZzCA60WnoMk)